Bengkulu,malboronews.com-Pernyataan yang mengarah pada dugaan adanya konspirasi jahat yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu untuk mengalahkan pasangan calon (Paslon) nomor urut 2 dalam Pemilihan Gubernur (Cagub) Bengkulu bukan tanpa dasar. Masyarakat mencurigai adanya ketidakwajaran dalam proses pemilu kali ini, khususnya berkaitan dengan tindakan yang diambil oleh KPU Provinsi Bengkulu. Pada setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), serta melalui pengumuman yang dilakukan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), telah tersebar surat edaran yang menyebutkan status Paslon nomor urut 2 sebagai “tersangka” dalam suatu perkara hukum. Padahal, dalam konteks hukum, yang seharusnya diumumkan adalah status “terdakwa”, yang memiliki konotasi hukum yang jauh berbeda.
Perbedaan terminologi ini sangat penting, karena dalam sistem hukum Indonesia, seorang yang berstatus “tersangka” berarti masih berada dalam proses penyelidikan dan belum tentu bersalah, sementara “terdakwa” menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah melalui proses hukum dan terjerat dalam suatu perkara yang jelas. Dengan mengumumkan Paslon nomor urut 2 sebagai “tersangka”, KPU Provinsi Bengkulu diduga sengaja menciptakan persepsi negatif terhadap Paslon tersebut di mata publik, yang tentunya dapat mempengaruhi hasil pemilihan secara tidak adil.
Tindakan tersebut diduga mencederai prinsip-prinsip demokrasi yang harusnya dijaga dalam setiap proses pemilihan umum. Sebagai lembaga yang bertugas menyelenggarakan pemilu, KPU memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga integritas dan objektivitas dalam pelaksanaan pemilu, serta memastikan bahwa seluruh peserta pemilu diperlakukan secara adil dan setara. Namun, dengan tindakan yang dianggap tidak proporsional ini, KPU dianggap telah melakukan pelanggaran yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem pemilu yang seharusnya bebas, transparan, dan adil.
Lebih jauh lagi, masyarakat berpendapat bahwa langkah KPU ini bisa jadi merupakan bagian dari suatu upaya sistematis untuk menghalangi jalannya Paslon nomor urut 2, dengan cara memberikan informasi yang keliru dan menyesatkan kepada pemilih. Dalam konteks ini, muncul dugaan bahwa KPU Provinsi Bengkulu terlibat dalam suatu konspirasi politik yang dirancang untuk mengalahkan Paslon no urut 2, meskipun hanya bukti photo surat edaran yang wajib di pajang pada papan pengumuman serta vidio saat diumumkan nya oleh KPPS, yang mendukung klaim ini.
Jika dugaan ini terbukti benar, maka KPU Provinsi Bengkulu bisa dianggap telah melanggar etika penyelenggaraan pemilu, dan ini berpotensi menimbulkan kerugian yang besar terhadap kualitas demokrasi di Indonesia, khususnya di Provinsi Bengkulu. Oleh karena itu, penting bagi pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi secara menyeluruh dan transparan terkait dugaan kecurangan ini, agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemilu tidak terganggu.
Penulis : Redaksi
Editor :JN&RN